TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Pembuatan rencana
pembelajaran sangatlah penting dalam kegiatan belajar dan mengajar. Tahapan
pembuatan rencana pembelajaran dimulai dengan analisis karakteristik siswa dan
lingkungan. Selanjutnya guru dapat melakukan pembuatan tujuan instruksional.
Tujuan instruksional terbagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional khusus
(TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
TIU sering disebut
dengan standar kompetensi. TIU telah dibuat oleh pemerintah, sehingga sebagai
guru hanya melaksanakannya. Akan tetapi, guru masih perlu membuat TIK. TIK
dirumuskan oleh guru setelah memperhatikan karakteristik dari peserta didiknya.
Tujuan Instruksional (TIK) yang istilah lainnya adalah
sempit dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk
perilaku spesifik.dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan
dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya
dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar
dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya
didasarkan pada TIU.
Permasalahan yang
diangkat dalam permasalahn ini adalah bagaimana penulisan TIK yang tepat.
Tujuannya untuk dapat menuliskan TIK dengan tepat.
Pengertian Tujuan Instruksional
Khusus
Tujian instruksional khusus
merupakan komponen penting dalam menyusun desain instruksional. TIK merupakan
permulaan dan panduan dalam desain instruksional. TIK digunakan untuk menyusun
kisi-kisi dan validasi tes (Suparman, 2012).
Perumusan TIK harus jelas, pasti,
dan dapat diukur. TIK harus dirumuskan dengan jelas, maksudnya TIK harus dituliskan dan di beritahukan
kepada peserta didik. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi TIK pada
peserta didik dan pendidik. Perumusan TIK seharusnya
pasti, yaitu hanya mengandung satu pengertian dan tidak ambigu. perumusan TIK
juga harus menunjukkan tingkat pencapaian peserta didik (Suparman, 2012).
Tujuan
instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dicapai peserta didik pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan paparan
tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional
Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau
menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh
siswa.
Syarat- syarat Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus
merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan TIK harus
memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut:
1.
Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan
hasil belajar, bukan proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi
guru mengharapkan siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri nilai sosial. Rumusan
Tujuan Instruksional Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi
nilai sosial”.
2.
Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu
rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam
setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda.
Misalnya, jika dalam satu rencana pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional
Khusus, kemampuan yang dituntut Tujuan Instruksional Khusus :
a) Dapat menjelaskan;
b) Dapat memberi contoh dan ;
c) Dapat menggunakan;
3.
Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa
4.
Banyaknya TIK yang dirumuskan harus sesuai dengan
waktu yang tersedia untuk mencapainya (Hernawan,
2005).
Klasifikasi Tujuan Instruksional Menurut
Jenis Perilaku (internal)
Menurut (Hernawan, 2005) perumusan TIK mencakup
tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1.
Kognitif :
a.
Mencakup pengetahuan ingatan yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan
b.
Mencakup pemahaman untuk menangkap makna
dan arti dari bahan yang dipelajari
c.
Mencakup kemampuan menerapkan suatu kaidah
atau metode yang baru
d.
Mencakup kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan
e.
Mencakup kemampuan membentuk suatu
kesatuan
f.
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pendapat
2. Afektif:
a.
Mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan
b.
Mencakup kerelaan untuk memperhatikan
secara aktif
c.
Mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu
d.
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
sistem nilai
e.
Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai
nilai kehidupan
3. Psikomotorik:
a.
Mencakup kemampuan untuk membedakan ciri
ciri fisik
b.
Mencakup kemampuan untuk menempatkan
dirinya dalam memulai gerakan
c.
Mencakup kemampuan untuk melakukan sesuatu
rangkaian gerak gerik
d.
Mencakup kemampuan untuk melakukan sesuatu
rangkaian gerak gerik dengan lancar
e.
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan
suatu keterampilandengan lancar, efisien dan tepat
f.
Mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan Pola gerak gerik yang mahir
g.
Mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka
pola gerak gerik yang baru
Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
TIK dapat
dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Merger dan ABCD format.
1.
Format Merger
Merger
merekomendasikan syarat– syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin
dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a.
Mengidentifikasi
tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b.
Menentukan
dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c.
Membuat
kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima.
Merger
mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan
menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang
menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the
student will be able to”.
2.
Format ABCD
Berikut ini penjelasan tentang
komponen perumusan TIK. pada prinsipnya
format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini
menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur–
unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut
(Suparman, 2012):
A = Audience
B =
Behaviour
C =
Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan peserta didik
yang akan belajar. Peserta didik harus dijelaskan secara spesifik. Hal ini
dimaksudkan di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat
menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim
instruksional tersebut. Misalnya siswa
kelas X..
b. Behavior
Merupakan perilaku atau kemampuan
yang diharapkan, dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Komponen ini
terdiri atas kata kerja yang menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa
dan materi yang dipelajari siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk
kata kerja operasional seperti menjelaskan, memberi, contoh, menyusun, membuat,
merakit, menunjukkan, mengenal dan sebagainya. Contohnya: menjelaskan ciri
makhluk hidup.
c. Condition
Yaitu batasan yang dikenakan kepada
peserta didik atau alat yang digunakan peserta didik saat ia di tes. Komponen C dalam setiap TIK merupakan unsur penting dalam
menyusunan instrumen tes. Komponen C dalam TIK merupakan dasar penyusunan
masalah. Butir soal tes harus relevan dengan TIK. Contoh: dengan
diskusi, melalui demonstrasi.
d. Degree
Degree merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku
tersebut. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan
suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Apabila menurut analisis
instruksional perilaku dalam TIK yang bersangkutan merupakan perilaku prasyarat
yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum meneruskan mempelajari perilaku
yang lain, kedudukan komponen D dan TIK yang bersangkutan menjadi sangat
penting. Misalkan, minimal 90% benar, paling sedikit 4 benar, dan sebagainya.
Dalam merumuskan TIK, komponen ABCD dalam penerapannya terkadang tidak
disusun secara berurutan namun dapat dibalik-balikkan.
Contoh:
Siswa kelas XI dapat menjelaskan minimal
lima ciri-ciri makhluk hidup melalui praktikum.
A: Siswa
B: Menjelaskan
C: Melalui
praktikum
D: Minimal
lima
Kata Kerja
Operasional dalam TIK
Penggunaan
kata kerja operasional dalam TIK masih menjadi kontroversi. Sebagian pihak
menganggap penggunaan kata kerja operasional menyebabkan pembelajaran menjadi
sempit dan terbatas. Namun, beberapa pihak menyatakan penggunaan kata kerja
operasional digunakan untuk mendapatkan kepastian tentang kegiatan yang
direncanakan (Suparman, 2012).
Contoh Kata Kerja Operasional
Kata kerja operasional dalam ranah
kognitif meliputi:
1.
Pengetahuan (knowledge)
Mendefinisikan, mendeskripsikan,
mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (states),
mereproduksi.
2. Pemahaman (comprehension)
Mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan
kembali,memperkirakan.
3. Aplikasi
Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemuan, memanipulasikan,
memodifikasi, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan
menghubungkan, menunjukan, memecahkan, menggunakan.
4. Analisis
Memerinci, menyusun diagaram, membedakan, mengidentifikasikan,
mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukan, menghubungkan, memilih, memisahkan,
membagi (subdivides).
5. Sintesis
Mengategorikan, mengkombinasikan,
mengarang, menciptakan, memubat desain, menjelaskan, memodifikasi,
mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali,
mengrekonstruksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menuliskan
kembali, menuliskan, memceritakan.
6. Evaluasi
Menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, membedakan, menerangkan, memutuskan,
menafsirkan, menghubungkan, membantu (supports).
Contoh Perumusan TIK di SMA Sjakhyakirti
Berdasarkan analisis karakter siswa
di SMA Sjakhyakirti palembang, dapat dirumuskan TIK sebagai berikut:
No
|
Perilaku Khusus
|
TIK
|
1.
|
Mengidentifikasi perbedaan
antara Archaebacteria dan Eubacteri
|
Siswa kelas X
dapat mengidentifikasi minimal 4 perbedaan Archaebacteria dan Eubacteria
melalui diskusi
|
2.
|
Mengelompokkan
Archaebacteria (berdasarkan metabolisme dan ekologinya)
|
Siswa kelas X
dapat membedakan minimal dua jenis Archaebacteria melalui diskusi
|
3.
|
Mengidentifikasi bentuk
bakteri
|
Siswa kelas X
dapat mengidentifikasi minimal tiga bentuk bakteri melalui metode
demonstrasi.
|
4.
|
Menyimpulkan proses
reproduksi bakteri
|
Siswa kelas X
dapat menuliskan kembali tiga jenis reproduksi bakteri melalui metode
demonstrasi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar